Senin, 07 Mei 2012

cerita sahabat

Tiap rabu malem kamis jadualnya ngumpul ngumpul sama temen. Makan makan, diskusi, ngobrol ngobrol, membicarakan & merencanakan program yang berorientasi masa depan.
Menjelang larut malam tempatpun bergeser, biasanya nyari tempat di pinggir jalan yang recommended tergantung suasana. Obrolannya pun bukan lagi tentang struktur, legalitas, pemberdayaan, tapi berganti tema tentang romantisme kehidupan masing masing.
-Rio : dia pacaran jarak jauh banget, pacarnya seorang teknokrat, kerja di brunei, kenalnya lewat Facebook dan langsung cocok (mungkin karena kedewasaan mereka, dan nyaman tentunya). Oiya, gajinya 20 juta perbulan. Hhaha, mudah mudahan bukan karena itu.
-Toto : Pacarnya gak tau yang mana, tapi dia yang lebih sering cerita (udah pengen banget married, tapi masih bingung milih milih)
-Bang Arif: Pacarnya udah jadi mantan, soalnya udah di nikahin, hhehe. Saya sering sharing sama dia, saya cerita dikit, dia yang cerita banyak (ngambil pelajaran)
-Andi : malam ini dia jadi bintangnya dengan kisah cintanya yang mengaru biru, meskipun pada akhirnya terpaksa terpisah.
Hmm, ceritanya klasik banget, tapi tetap aktual bahkan untuk saat ini “cinta yang tidak di restui keluarga”.
Mereka (andi dan pacarnya) kuliah di jakarta, berangkat dari daerah yang sama (kudus), entah berapa lama mereka memadu kasih, saling mengerti memahami, rasanya seperti gak mungkin terpisah.
Sampai suatu saat pihak keluarga wanita menelpon memberi kabar bahwa si wanita akan di lamar orang lain & pihak keluarga setuju (adat disana, keputusan diterima tidaknya lamaran ada di pihak keluarga).
Sore itu andi & pacarnya (dengan perasaan yang gak bisa saya bayangin) langsung berangkat ke kudus, bermaksud memberi pengertian kepada pihak keluarga wanita, “menggagalkan” kalo kata ini gak terlalu kasar untuk dua orang yang saling mencintai.
Sesampainya di rumah si wanita, andi pun mengadap ayah si wanita seorang diri dan memberi tahu jika mereka saling cinta intinya. Kemudian ayanya bilang: “kamu ini siapa? Dari keluarga mana? Gak pantes dapet anakku (keluarga wanita adalah keluarga kiyai, dan sesuai adat harus nikah dengan keluarga kiyai juga), kemudian kakak & mbak si wanita keluar untuk memojokkan andi dengan ketidak setujuan mereka. Andi membela diri: “cinta kok di voting, saya gak ada urusan sama kakak & mbak, urusan saya antara saya, pacar saya dan ayah, kalo aya gak setuju berarti itu menjadi urusan saya dan pacar saya dengan Allah”. Singkat cerita (karena sudah terlanjur menyetujui lamaran dan pada dasarnya pihak keluarga gak menyukai andi), dia pun pulang meninggalkan pacarnya yang terus terusan menangis (karena berada di posisi yang tidak ingin di tempati siapapun), sambil membawa dendam keluarga, karena merasa di rendakan sebagai manusia.
Aaahhh… rasanya gelombang tsunamipun gak sedahsyat ini, (kehilangan orang yang di cintai dengan cara yang sangat menyakitkan).
Hingga akhirnya si wanita menikah dengan pria pilihan keluarganya. Dan hikmah untuk andi, dia kini sedang pacaran sama adiknya salah satu menteri yang sangat terkenal, hhehe…
Meskipun dia bilang sampai saat ini dia masih dendam sama keluarga mantannya, tapi saya terlalu memaklumi. Yang penting happy ending untuk kekuatan cinta :D



*tetep semangat kawan… raih impian, cita-cita dan cinta kalian… 

Sabtu, 05 Mei 2012

satu-satunya orang indonesia yang hari lahirnya di peringati secara nasional

Satu-satunya orang Indonesia yang hari lahirnya di peringati secara nasional, adalah Kartini. bukan Soekarno, Soeharto, Gusdur apalagi Megawati atau SBY. Lalu apa sumbangsih beliau sehingga begitu di agungkan perannya?
Kartini bukan hanya sekedar pahlawan nasional, tapi beliau juga pahlawan kemanusiaan. esensi perjuangan beliau tidak lekang oleh zaman dan selalu relevan dengan situasi masa kini. Hildred geertz dalam bukunya letters of a Javanese Princess ( Kumpulan surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris) menegaskan bahwa perjuangan atas hak-hak perempuan merupakan poin penting bagi Kartini, tapi itu hanya aspek minor dari keprihatinan Kartini yang lebih luas, yaitu hak-hak manusia Indonesia secara keseluruhan. Melalui matanya yang melihat dengan kritis, Kartini mengamati ketidak setaraan antara orang Indonesia dengan orang belanda di sekitarnya.  Orang belanda sering menciptakan suasana yang membuat orang jawa seolah-olah merasa bukan manusia, kesetaraan bagi seluruh umat manusia adalah cita- citanya.
Relevesi perjuangan beliau dengan situasi kekinian sampai sekarang masih terasa. Dalam salah satu suratnya yang menceritakan tentang keprihatinan beliau terhadap candu opium yang melemahkan bangsa, lebih dari seabad dan sampai kini narkotika masih menjerat anak-anak Indonesia.
Sebagai bagian substansial perjuangan beliau, sudah seharusnya kita tidak tinggal diam melihat persoalan moral yang melanda bangsa kita, mulai dari narkotika hingga korupsi merajalela. Lewat tulisan-tulisanya yang brilian, bukan hanya menggugah kita, tapi juga dunia. Bukan sekedar kesetaraan tapi juga kesejahteraan.


Ayo para pemuda… semangat berkarya…!!!